Pantaskah?
karya : Fami Widya Pangestika
Gelap, sunyi, sepi
Dimana mentari yang bersinar ?
Dimana alunan angin yang melambai?
Dimana melodi surga yang berdesir?
Manusia tamak
Manusia serakah
Manusia biadab
Manusia tak bermoral
Semakin rapuh badannya
Semakin kuat egonya
Semakin kaya
Semakin serakahlah dia
Mereka menutup mata dengan ketamakkan belaka
Tak menghiraukan, tak memperdulikan satu sama lain
Hanya keserakahan
Hanya ketamakkan
Hanya kekuasaaan
Tak peduli siapa dirinya
Tak peduli dari mana asalnya
Tak peduli siapa Tuhan-nya
Tuhan tertawa kecil
Untaian firman indahNya berbisik
Wahai engkau manusia lihatlah tanah itu
Itulah engkau berasal
Aku masukan roh makhluk-makhluk bersayap untuk mengisi relung jiwamu
Tuk jadi manusia berguna di bumi ini
Wahai umat manusia tamak
Lihat mentari tlah enggan menengokmu
Lihat anginpun enggan menari bersamamu
Lihat tetesan hujanpun tak sudi membasuh jiwa tamak sepertimu
Ya Tuhan
Pantaskah manusia itu berkeliaran di bumiMu ini?
Pantaskah mereka menikmati setiap hembusan nafas dalam relug jiwanya?
Pantaskah?
Puisi ini terinspirasi dari kehidupan manusia di era globalisasi. Manusia sekarang hanya memikirkan kekayaan dan kekuasaan. Segala macam cara mereka lakukan tuk mendapatkannya. Terkadang manusia lupa terhadap Sang Pencipta. Seharusnya kita sebagai manusia harus mensyukuri setiap apa yang tlah Tuhan karuniakan untuk kita. Ingat hidup di dunia hanya sementara, kita harus beribadah dan harus ingat kepada Tuhan karena Tuhanlah yang menciptakan kita. Ketamakkan dan kerakusan hanya membuat manusia semakin terpuruk dalam lembah dosa. Puisi ini juga saya dedikasikan kepada pejabat-pejabat Republik Indonesia yang telah melakukan korupsi terhadap uang rakyat demi kepentinggannya sendiri. Semoga puisi ini dapat menjadi gambaran bahwa ketamakkan dan kerakusan adalah hal yang tak patut dilakukan dan merupakan perbuatan yang dibenci Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar