Ibu

Ibu adalah manusia terindah yang Allah ciptakan. Ibu adalah orang yang mengandung kita selama 9 bulan lamanya. Teringat dengan hal itu, ibu adalah orang yang sangat berpengaruh bagi kehidupan kita. Percayalah bahwa hanya seorang ibulah yang bisa tersenyum tulus ketika melihat buah hatinya sukses. Dalam tulisan ini saya akan mengisahkan sedikit kisah cinta Ibu saya. Ramadhan tahun lalu, saya memulai kisah putih abu-abu saya. Saya memasuki boarding school. Teringat dengan jelas hari itu tepat hari Sabtu saat  saya memasuki asrama. Saat itu adalah momen yang paling menyedihkan bagi saya karna harus berpisah dengan ibu. Saya menjali masa karantina selama 3 minggu lamanya tanpa berkomunikasi dengan ibu. Jujur saya adalah seorang vegetarian, hal ini yang menyebabkan ibu sangat sulit melepas saya karna saya tidak bisa makan sembarangan. Dua hari saya jalani dengan berat hati, saya hanya makan dengan nasi dan kecap, hal ini membuat saya terus meneteskan air mata. Saya terus menangis hingga salah seorang teman saya meminjamkan telepon selulernya kepada saya. Hal yang saya lakukan adalah mengirimkan pesan singkat untuk Ibu. "Ibu ini fami" tak lama ibu membalas "bagaimana kabarmu mbak? Ibu khawatir, kamu bisa makan kah?" Nangis pun tak terbendung dari kedua kelopak mata saya, saya menangis tak tertahankan ketika ibu mencoba menelepon saya. Saya hanya bisa mendegarkan isakkan tangis ibu di kejauhan sana. Mulai saat itu saya terus menelpon ibu setiap hari. Suatu hari ibu sangat marah ketika saya mengatakan bahwa saya ingin pindah sekolah. Ibu marah dan tidak mau lagi mengangkat telepon saya. Tiga minggu berlalu tiba saatnya saya dijemput oleh Ibu. Rasa rindu yang tak terbendung saya peluk erat Ibu. Saat malam takbiran, Ayah berbincang dengan saya dan mengatakan " mbak, tau nggak kalo ibumu setiap hari terus-terusan nangis dia bilang ya allah pak anakku makan apa pak? Ya allah pak anakku gimana kabarnya?" Terguncang hati saya. Adik saya nyeletuk "kok aku ga liat ibu nangis ya?" Spontan ibu menjawab "haruskah ibu menunjukkan bahwa ibu nangis? Harus ibu tunjukan kalo ibu sedih di depan anak ibu?" Saya tertegun dan berusaha mengahapus tetesan air mata yang tak terbendung. 

0 komentar:

Posting Komentar