Biografi Chaerul Saleh

Biografi Chaerul Saleh

Chaerul Saleh
Chaerul Saleh Datuk Paduko Rajo atau lebih dikenal dengan nama Chaerul Saleh lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 13 September 1916. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri, wakil perdana menteri III, Kabinet Kerja IV dan Kabinet Dwikora I (13 November 1963-1966)  dan ketua MPRS antara tahun 1957 sampai 1966.  Ia juga menelurkan ide negara kepulauan dengan batas teritorial 12 mil laut yang di­sahkan pada 13 Desember 1957. Politisi yang dianugerahi pangkat Jenderal Kehormatan TNI AD, itu meninggal dalam status tahanan di Jakarta, 8 Februari 1967.

Chaerul Saleh seorang putra Minangkabau yang lahir dari pasangan Achmad Saleh dan Zubaidah binti Ahmad Marzuki. Ayahnya adalah seorang dokter yang sempat menjadi calon anggota Volksraad. Pada usia dua tahun, orang tuanya bercerai dan ia dibawa pulang oleh ibunya ke Lubuk Jantan, Lintau, Tanah Datar. Di usia empat tahun, ayahnya membawa Chaerul ke Medan dan menyekolahkannya disana. Setelah ayahnya berpindah tugas, ia bersekolah di Europeesche Lagere School, Bukittinggi. Lulus dari ELS ia pindah ke Hogereburgerschool (HBS) di Medan. Ketika sekolah di Medan ia sering pulang ke Bukittinggi. Dan disinilah ia bertemu dengan Yohana Siti Menara Saidah, putri Lanjumin Dt. Tumangguang yang kelak menjadi istrinya. Pendidikannya diselesaikannya di Jakarta (1931-1937). Melanjutkan lagi ke Fakultas Hukum di Jakarta (1937-1942). Menjabat Ketua Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (1940-1942), dan setelah Jepang masuk jadi anggota dari panitia Seinendan, membentuk Barisan Banteng, dan anggota PUTERA dan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Selanjutnya ia menjadi wakil ketua pada Gerakan Angkatan Baru dan Pemuda. Bersama-sama dengan temannya turut aktif dalam persiapan proklamasi kemerdekaan RI.

Chaerul merupakan salah satu tokoh penting dibalik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bersama Sukarni, Wikana, dan pemuda lainnya dari Menteng 31, ia menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok. Mereka menuntut agar kedua tokoh ini segera membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1946, Chaerul bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka. Kelompok ini menuntut kemerdekaan 100% dan berdiri sebagai pihak oposisi pemerintah. Oleh karenanya pada tanggal 17 Maret 1946, beberapa tokoh kelompok ini ditangkap termasuk diantaranya Chaerul. Pada tanggal 6 Juli 1948, Tan Malaka mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner dan menunjuk Chaerul Saleh sebagai sekretaris pergerakan.

Ketika terjadi Agresi Militer II Chairul Saleh turut bersama Divisi Siliwangi melakukan Long March dari Yogyakarta ke Karawang dan Sanggabuana. Akhirnya ia bergabung dengan Divisi Tentara Nasional 17 Agustus di bawah pimpinan Letnan Kolonel Wahidin Nasution, setelah di bawah pimpinan Mayor Sambas Atmadinata. Oleh karena tidak setuju dengan adanya KMB, Chairul Saleh dari Jakarta melarikan diri ke Banten bersama anggota kesatuan lainnya yang menyebabkan terjadinya Peristiwa Banten Selatan. Bulan Februari 1950-1952 ia dipenjara karena dianggap sebagai pelanggar hukum Pemerintah RI, setelah bebas melanjutkan sekolah di Fakultas Hukum Universitas Bonn di Jerman Barat (1952-1955). Di sini, ia menghimpun para pelajar Indonesia dan mendirikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).

Pada bulan Desember 1956 sepulangnya dari Jerman, Chaerul ditunjuk oleh pemerintah untuk menjadi Wakil Ketua Umum Legiun Veteran RI. Satu tahun kemudian, ia masukKabinet Djuanda dan menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Veteran. Chaerul dikenal sebagai tokoh sosialis yang cemerlang. Karena kepandaiannya itu ia beberapa kali menjadi orang kepercayaan Presiden Soekarno, dan sebagai penyeimbang tokoh-tokoh PKI di kabinet. Pada tahun 1959, ia ditunjuk sebagai Menteri Muda Perindustrian Dasar dan Pertambangan pada Kabinet Kerja I. Di kabinet berikutnya, Kabinet Kerja II dan Kabinet Kerja III Chaerul menjadi Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan. Pada tahun 1960 hingga 1966, ia juga menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Sebagai orang kepercayaan Soekarno, Chaerul memiliki keberanian untuk menantang lawan-lawan politiknya. Tanggal 3 April 1961, Chaerul berkeliling Sumatera Barat dan berpidato di muka umum. Ia menentang para pemimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia seperti Natsir dan Syafruddin Prawiranegara, yang dianggapnya menyetujui hasil KMB.
Tahun 1963 kariernya menanjak dan ia dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri III. Pada bulan April 1964, Chaerul terlibat dalam intrik kekuasaan. Ia mencoba untuk menduduki posisi Wakil Perdana Menteri I yang saat itu dijabat oleh Soebandrio. Perhitungannya adalah jika Soekarno lengser maka ia yang akan naik menjadi Perdana Menteri. Untuk menyingkirkan Soebandrio dari kedudukannya sebagai Menteri Luar Negeri, ia juga akan menyodorkan Adam Malik. Selain berusaha menggeser Soebandrio, ia juga membendung Hatta yang sewaktu-waktu bisa saja naik menjadi Wakil Perdana Menteri I. Untuk itu ia menginstruksikan Selo Soemardjan untuk membentuk organisasi intelijen yang mengkonsolidasi kedudukannya. Pada masa itu selain orang-orang Murba, Angkatan Darat dan PKI juga memposisikan dirinya sebagai pengganti Soekarno.
Untuk menjatuhkan wibawa PKI di mata Soekarno, pada sidang kabinet di akhir tahun 1964 Chaerul mengeluarkan sebuah dokumen yang menyatakan PKI akan melakukan kudeta terhadap Presiden. Dokumen yang berjudul "Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa Ini" itu, menyatakan bahwa revolusi Agustus 1945 telah gagal. Dan PKI harus mengambil tindakan untuk merebut pimpinan revolusi. Pembahasan dokumen itu terus berlanjut ke pertemuan partai politik di Bogor tanggal 12 Desember 1964. Disitu pimpinan PKI DN Aidit menuduh Chaerul telah membuat berita bohong dan sebagai antek-Nekolim. Dari pertemuan itu kemudian terbit Deklarasi Bogor yang meminta partai-partai politik untuk tetap setia kepada pimpinan besar revolusi, Soekarno.
Dalam Gerakan 30 September, semula nama Chaerul termasuk salah seorang tokoh yang akan diculik. Namun Aidit mencoret namanya karena pada tanggal 30 September Chaerul sedang berada di Peking, China. Tanggal 18 Maret 1966, Chaerul Saleh ditahan oleh Soeharto tanpa melalui proses peradilan. Ia dianggap sebagai menteri yang mendukung kebijakan Soekarno yang pro-komunis. Ia meninggal pada tanggal 8 Februari 1967 dengan status tahanan politik. Hingga sekarang tidak pernah ada penjelasan resmi dari pemerintah mengenai alasan penahanannya.

0 komentar:

Posting Komentar